Sabtu, 03 Agustus 2013

PESANTREN VIRTUAL MAJELIS SIRRUL QULUB MAJELIS SIRRUL QULUB

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ ،َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.، أَمَّا بَعْدُ؛

.

Sungguh segala puji hanya milik Allah, Allah yang kita puji, kepada Allah kita memohon pertolongan, kepada-Nya kita memohon ampunan, kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kita dan dari keburukan amal perbuatan kita. Siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tak seorangpun dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang Allah sesatkan maka tak seorangpun mampu memberinya petunjuk. Saya bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya…Amma ba’du…

.

jalan ke langit

.

PESANTREN VIRTUAL MAJELIS SIRRUL QULUB

.

Selamat datang saudaraku….

Anda berada di blog Majelis Sirrul Qulub…Pesantren Virtual kami…sebuah wadah pembelajaran secara intensif tentang bagaimana mempunyai hati yang bersih, bening, baik karena hanya hati yang baik yang nantinya dipanggil Allah langsung dan diridhoiNya…

.

…يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ … ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً … فَادْخُلِي فِي عِبَادِي… وَادْخُلِي جَنَّتِي

“Yaa ayyatuhannafsul muthmainnah…irji’i ila rabbiki radhiatan mardhiyah…fadkhuliy fii ibadii…wadkhulii jannatii”...

“Hai jiwa yang tenang…kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai….masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku ” (QS al-Fajr 89: 27-30)……Aamiin

.

Ini adalah jalan menuju pada Allah dengan memurnikan tauhid semurni-murninya…bahwa dalam beribadah pada Allah harus benar-benar lillahita’ala….itulah hakekat ikhlas…dan ikhlas itu sendiri adalah rahasia antara hamba dengan Tuhannya dan rahasia Tuhan dengan hambaNya….dan dengan rahasia ini kita akan mencapai keridhoanNya yang maksimal…

.

Allah berfirman dalam Hadist Qudsi :

“AL INSANU SIRRI WA ANA SIRRAHU”

artinya… “Insan itu adalah RahasiaKu dan Akupun RahasiaNya”

.

Sehingga menjadi insan yang dirahmati Allah…dan akan memendarkan rahmat juga bagi semesta alam…sebagaimana Rasulullah Muhammad SAW…yang memang diturunkan ke dunia ini untuk membawa rahmat bagi semesta alam…kehadiran kita akan memberikan banyak manfaat bagi sekitar kita…itulah manusia yang terbaik…..Aamiin

.

Bukannya orang yang berhati baik itu hanya berzikir..sholat di masjid saja tanpa bekerja memberi nafkah anak istri…tetapi orang yang bekerja sambil berdzikir…berdzikir sambil bekerja…dunia untuk akhirat…bukan dunia untuk dunia…..apalagi akhirat untuk dunia…..dimajelis tauhid yang dimuliakan Allah ini diajarkan step by step ilmu tentang Bagusi Hati sehingga bisa kenal dengan Gustinya…karena kalau berbicara tentang GUSTI itu adalah tentang baGUSi haTI.. akan kita bimbing sesuai dengan tingkat pemahaman dan laku masing-masing santri di pesantren ini….

.

Pesantren virtual ini dipimpin oleh 3 mursyid atau kami biasa menyebutnya sebagai dewan guru…yang dibantu oleh beberapa santri khos untuk mengawal para santri di majelis ini untuk meluruskan hati…menjaga hati..membimbing mulai dari merangkak…berjalan…hingga bisa berlari kepada Allah…FAFIRU ILALLOH…sehingga rahasia hati antara hamba dengan Allah tersingkap…hijab demi hijab…hingga tiada hijab lagi…maka saat yang dinanti setiap hamba yang merindukan bertemu dengan Tuhannya akan tercapai….karena itu MAJELIS SIRRUL QULUB ada….

.

Santri Majelis Sirrul Qulub ini telah  tersebar ke berbagai pelosok daerah di nusantara ini hingga ke negeri tetangga…bahkan ke berbagai negara di asia..timur tengah dan eropa  dengan sistem pembelajaran melalui media blog  ini…Facebook…BBM….Whatsapp…Line…Twiter..juga majelis via telepon langsung…dan Sms…Bagi Anda yang serius ingin belajar mengenal diri dengan menjadi hati yang baik dengan kami silakan pelajari tata caranya di menu halaman TATA CARA PENDAFTARAN. Juga alangkah lebih baiknya kalau Anda baca PRINSIP-PRINSIP TAREKAT yang ada di menu  halaman blog ini….Sandi halaman DAFTAR ULANG SANTRI akan kami berikan jika Anda sudah kirim pesan pernyataan baiat ke FB Admin: Permono Shidiq dengan email:permono_shidiq@yahoo.com…Selanjutnya tunggu konfirmasi untuk info sandi yang lain setelah konfirmasi lagi ke Pesan di FB Admin diatas bahwa sudah daftar ulang santri Majelis Sirrul Qulub….dan berhaq mendapat bimbingan ilmu manunggaling kawula lan gusti/makrifat/sangkan paraning dumadi dari kami secara gratis tanpa mahar dan berbayar…

.

MANUNGGALING KAWULA LAN GUSTI

.

Mungkin sebagian orang alergi dengan istilah ini…itu wajar karena belum faham arti sebenarnya dan lakunya…Manunggal artinya menyatu…Kawula artinya Hamba…Gusti artinya Allah…jadi menyatunya hamba dengan Sesembahannya…nah menyatu tapi dua…dua tapi satu…namun hamba tetap hamba…Allah tetaplah Allah.  Dalam surat Al ikhlas ayat pertama ada kalimat  ALLAHU AHAD…maknanya Allah itu Ahad..Ahad itu satu..satu itu tunggal…maka ikhlaslah…manunggallah dengan Allah…Lillahita’ala…hanya Allah yang wujud kita adalah fana…tiada…lebur kedalam keAhadanNya…mudahan bisa difahami….

.

Ilmu Manunggal adalah ilmu hakekat makrifat..ilmu mengenal Allah yang meliputi DzatNya…AsmaNya…SifatNya dan Af’alNya….bisa juga disebut ilmu Sangkan Paraning Dumadi  yang merupakan istilah jawa yang berarti ilmu mengetahui/makrifat asal muasal dan tahu bagaimana kembali/menyatu dengan Allah..ilmu kembali ke asal..dari nol kembali ke nol…dari kosong kembali ke kosong…dari tiada kembali tiada…Innalillahi wa inna ilaihi roojiuun…Sesungguhnya yang berasal dari Allah akan kembali pada Allah lagi…….nah ini sebenarnya adalah ilmu yang sangat urgen dalam beragama…karena:

.

AWALUDDIN MA’RIFATULLAH

Artinya…”Awal orang beragama itu adalah mengenal Allah”…

.

Bagaimana dengan Anda?….sudahkah mengenal Allah…sejauh mana mengenal Allah…yang mungkin kita di lingkungan masyarakat yang menganggap bahwa  ilmu manunggal atau ma’rifat ini adalah ilmu yang hanya pantas dipelajari oleh orang yang diatas umur 40 tahun….iya kalau umur sampai 40 tahun…kalau ajal menjemput besok dan belum berumur 40 tahun…dikhawatirkan Anda mati dalam keadaan tidak begitu mengenal Allah…tidak tahu ilmunya  apalagi sempat menjalani atau lelakunya….akhirnya harus dicuci…direndam byclean…dikocok…disikat…digosok…digoreng dulu di neraka he he……Na’uudzubillah min dzalik…

.
Kami menyadari bahwa ilmu ini adalah ilmu yang sirri…siirul qulub…rahasia hati…maka tidak sembarangan kami mengajarkan…ini adalah ILMU HAIATUL MAKNUN artinya  PERHIASAN YANG SANGAT INDAH…seperti yang digambarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW:
.

“Sesungguhnya sebagian ilmu itu ada yang diumpamakan seperti HAIATUL MAKNUN (perhiasan yang indah) dan selalu tersimpan yang tidak ada seorangpun mengetahui kecuali para Ulama Allah.  Ketika mereka menerangkannya maka tidak ada yang mengingkari kecuali orang-orang yang biasa lupa (tidak berzikir kepada Allah)”

(H.R. Abu Abdir Rahman As-Salamy)

.

Dan ILMU HAIATUL MAKNUN/MAKRIFAT/MANUNGGAL jika diajarkan pada sembarang orang yang tidak cukup pemahaman…orang yang hanya merujuk pada akal logika dan syariat saja (kulit)…maka resikonya kita akan dianggap sesat…kafir…dan dihalalkan darahnya…..ingat kisah nabiyullah Khidir as…ketika membunuh anak kecil yang belum punya dosa…yang kalau menurut syariat saja…nabiyyullah khidir as  pasti akan di qishaskan…dihukum mati…karena hutang nyawa pelunasannya adalah nyawa pula….seperti yang  digambarkan Abu Hurairah ra dalam hadits:

.

“Aku telah hafal dari Rasulillah dua macam ilmu,  pertama ialah ilmu yang aku dianjurkan untuk menyebarluaskan kepada sekalian manusia yaitu Ilmu Syariat. Dan yang kedua ialah ilmu yang aku tidak diperintahkan untuk menyebarluaskan kepada manusia yaitu Ilmu yang seperti “Hai’atil Maknun (perhiasan yang indah)”. Maka apabila ilmu ini aku sebarluaskan niscaya engkau sekalian memotong leherku (engkau menghalalkan darahku). (HR. Thabrani) 

.
Menurut   Syekh Siti Jenar Dalam  Wirid 8 Pangkat Kejawen :

“Wejangan panetepan santosaning pangandel, yaiku bubuka-ning kawruh manunggaling kawula-gusti sing amangsit pikukuh anngone bisa angandel (yakin) menawa urip pribadi kayektene rinasuk dening dzate Pangeran (Dzat Urip, Sejating Urip). Pangeran iku ya jumenenge urip kita pribadi sing sejati. Roroning atunggal, sing sinebut ya sing anebut. Dene pangertene utusan iku cahya kita pribadi, karana cahya kita iku dadi panengeraning Pangeran. Dununge mangkene : “Sayekti temen kabeh tumeka marang sira utusaning Pangeran metu saka awakira, mungguh utusan iku nyembadani barang saciptanira, yen angandel yekti antuk sih pangapuraning Pangeran”. Menawa bisa nampa pituduh sing mangkene diarah awas ing panggalih, ya urip kita pribadi iki jumenenging nugraha lan kanugrahan.  Nugraha iku gusti, kanugrahan iku kawula. Tunggal tanpa wangenan ana ing badan kita pribadi.

.
Artinya :

Ajaran pemantapan keyakinan, yaitu pembukanya kawruh (ilmu) “Manunggaling Kawula Gusti” yang memberikan wangsit (petunjuk) keteguhan untuk bisa yakin bahwa hidup kita pribadi sesungguhnya dirasuki Dzatnya Pangeran (Dzat Urip, Sejatining Urip). Pangeran itu bertahtanya pada hidup kita yang sejati. Dwitunggal (roroning atunggal) yang disebut dan yang menyebut. Sedangkan pengertian utusan itu cahaya hidup kita pribadi, karena cahaya hidup kita itu menjadi pertanda adanya Pangeran.

.

Maksudnya : “Sesungguhnya nyata semua datang kepada kamu utusan Pangeran (memancar) keluar dari dirimu sendiri. Sebenarnya utusan itu mencukupi semua yang kamu inginkan, kalau percaya pasti mendapatkan pengampunan dari Pangeran”. Bila biasa menerima petunjuk yang seperti ini supaya awas dan hati-hati, ya hidup kita ini bertahtanya nugraha dan anugrah. Nugraha itu gusti (tuan) sedang anugrah itu kawula (abdi). Bersatu tanpa batas pemisah dalam badan kita sendiri.

.

Berikut sasahidan Manunggaling Kawula lan Gusti Syekh Siti Jenar dalam R. Ng. Ranggawarsita, WIRID Punika Serat Wirid Anyariyo-saken Wewejanganipun Wali VIII, Administrasi Jawi Kandha Surakarta, penerbit Albert Rusche & Co., Surakarta, 1908, hlm.15-16:

“Insun anakseni ing Datingsun dhewe, satuhune ora ana Pangeran amung Ingsun, lan nakseni Ingsun satuhune Muhammad iku utusan Ingsun, iya sajatine kang aran Allah iku badan Ingsun, Rasul iku rahsaning-Sun, Muhammad iku cahyaning-Sun, iya Insun kang urip tan kena ing pati, iya Ingsun kang eling tan kena ing lali, iya Ingsun kan langgeng ora kena owah gingsir ing kahanan jati, iya Ingsun kang waskitha ora kasamaran ing sawiji-wiji, iya Ingsun kang amurba amisesa, kang kawasa wicaksana ora kukurangan ing pangerti, byar.. sampurna padhang terawang-an, ora karasa apa-apa, ora ana keton apa-apa, mung Insun kang nglimputi ing ngalam kabeh, kalawan kodrating-Sun.”

.

Artinya:

“Aku angkat saksi di hadapan Dzat-Ku sendiri, sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Aku, dan Aku angkat saksi sesungguhnya Muhammad itu utusan-Ku, sesungguhnya yg disebut Allah Ingsun diri sendiri (badan-Ku), Rasul itu Rahsa-Ku, Muhammad itu cahaya-Ku, Akulah Dzat yg hidup tidak akan terkena mati, Akulah Dzat yang selalu ingat tidak pernah lupa, Akulah Dzat yg kekal tidak ada perubahan dalam segala keadaan, (bagi-Ku) tidak ada yg samar sesuatupun, Akulah Dzat yang Maha Menguasai, yang Kuasa dan Bijaksana, tidak kekurangan dalam pengertian, sempurna terang benerang, tidak terasa apa-apa, tidak kelihatan apa-apa, hanya Aku yg meliputi sekalian alam dengan kodrat-Ku.”

.
Manunggaling kawula lan Gusti adalah sebuah ilmu tauhid yang tertinggi menurut kami…Pancaran cahaya iman yang berasal dari setiap diri pribadi akan kita rasakan jika kita bisa menyelaraskan antara frekuensi dimensi raga (baik raga batin maupun raga jasmani) dengan ruh suci kita (guru sejati)….maka dimensi rahsa (ketuhanan) akan dapat dengan mudah mengarunginya…sehingga musyahadah (persaksian) akan Keagungan Tuhan bisa tercapai…sehingga layaknya dua sejoli yang saling mencintai (Mahabbah)…dan Allah Mengisyaratkan dalam sabda Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits qudsi, bahwa Allah SWT, berfirman:
.

“Apabila Aku (Allah) mencintai seorang hamba, maka pendengarannya adalah pendengaran untuk-Ku, penglihatannya adalah penglihatan-Ku, tangannya (kekuasaannya) adalah kekuasaan-Ku, perjalanan kakinya adalah perjalanan untuk-Ku”

.


Sungguh suatu anugerah besar bagi seorang hamba jika bisa demikian…tiada rasa takut…khawatir…cemas…sedih…was-was…bimbang…ragu…adanya rasa bahagia..tentram…teduh…sejuk..penuh rasa berkelimpahan akan kasih dan sayangNya….sehingga lebih lanjut lagi saking bahagianya masuk kewilayah kemanunggalan rahsa…ibarat anggur dalam sebuah gelas yang sangat bening…jadi yang nampak anggurnya…sedang kan gelasnya tidak nampak…yang nampak isinya..sedangkan kulitnya tidak nampak….tapi anggur bukan gelas…gelas bukan anggur…Dua hal yang sangat selaras dan indah dalam kemanunggalan…demikian Al Ghazali menggambarkan.

.
Lelaku Manunggaling Kawula Lan Gusti adalah lelaku yang mengedepankan kebersihan hati..kebeningan hati sehingga menjadi hati yang Qolbun Salim…hati yang selamat..yaitu hati yang bertauhid…karena seluruh jiwa..raga..sholat..ibadah..hidup dan mati kita adalah hanya untuk Allah…tiada untuk yang lainnya…
.

   …قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ…. لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

“Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam…. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (QS. Al An’am : 162 – 163)
.

Itulah tauhid yang tertinggi dan berpasrah (aslama) yang sebenarnya pada Allah…ketika kita beribadah tiada kita mengharap surga semata…atau takut masuk neraka semata…Tapi Allahlah yang punya surga dan neraka serta segala sesuatu yang kita tuju dan harap ridhoNya…juga tidak untuk mengharapkan karomah…terbuka kasyaf…bashiroh…meraga sukma…dhohirkan uang ghaib…dhohirkan emas ghaib…dhohirkan ayam goreng…sate…gule…rawon…(kalau ini bisa kita dhohirkan dengan mudah dan lumrah dengan bekerja hingga dapat uang dan membelinya)…atau manfaat duniawi lainnya….menurut kami..yang kita tuju dan harap dalam beribadah adalah Allah dan ridhoNya semata….yang lainnya hanya bonus dari Allah….

.
ILAHI ANTA MAQSUDI WA RIDHOKA MATLUBI A’TINI MAHABBATAKA WA MA’RIFATAKA

Artinya…“Wahai Tuhanku Engkaulah maksudku dan keredhaanMu tuntutanku, kurniakanlah Cinta dan Makrifat DzatMu.”

.

Bagi yang mau belajar Ilmu Manunggaling Kawula Lan Gusti ini memang  harus benar-benar dari hatinya yang bersih kalau serius mau mempelajari ILMU SIRRI DAN KHUSUS ini…KARENA ITU BLOG INI ADALAH BLOG KHUSUS…BLOG SIRRI..DAN DIDALAMNYA ADALAH ORANG-ORANG KHUSUS PULA…SEPERTI ANDA YANG ISTIMEWA DAN BEGITU BERHARGA SEBAGAI DIRI YANG SEJATI HINGGA BERTEMU DENGAN KAMI…tidak semua orang pada umumnya bisa memahami ilmu ini…ini adalah ilmu yang diawali dengan pengenalan pada diri sendiri…karena:

.

MAN AROFA NAFSAHU FAQOD AROFA ROBBAHU

Artinya…”Barang siapa mengenal dirinya pasti ia akan mengenal Tuhannya”….

.

Kami sadar sungguh sulit menjabarkan ilmu tarekat..hakekat hingga makrifat yang pas bagi orang yang hanya faham ilmu agama dari  kacamata syariat (kulit) saja…misalnya berpedoman hanya hafal qur’an dan hadits saja tanpa menyentuh hati…hanya dibibir dan di kekuatan hafalan di memori otak (akal) saja..padahal Alquran dan Sunnah itu hakikatnya adalah KALAM ALLAH…NUR ALLAH yang tidak berlafal dan bersuara…dengan nur tersebut Rasulullah Muhammad SAW mendapat sir…rahasia Allah…padahal Beliau tidak bisa membaca dan menulis…seorang nabi yang ummi……buta aksara..buta baca dan tulis…..namun bisa membaca dengan hatinya yang bersih dan bening…

.

Jadi mohon maaf blog ini kami proteksi untuk pengajaran ilmu Haiatul Maknun ini…hanya santri yang sudah berbaiat pada para dewan guru/mursyid Majelis Sirrul Qulub ilmu ini akan diajarkan…..Gratis…tidak bermahar atau berbayar…karena jika Anda berhasil kita bimbing hingga sampai kehadiratNya dan diridhoiNya…maka bagi kami…sungguh itu LEBIH BAIK DARIPADA DUNIA SEISINYA…Semoga Anda termasuk dari yang kami maksud itu…Aamiin

.

Alhamdulilllah…Subhanakalllohumma wabihamdika asyhadu alla ilaaha illa Anta astaghfiruka wa atuubu ilaih…hadanallah wa iyyakum ajma’in…Iyyakana’budu waiyyaka nasta’iin ihdinashshiroothol mustaqim…

وَالَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Senin, 29 Juli 2013

Tazkirah: Aku sedang diperhatikan oleh Allah

Tazkirah: Aku sedang diperhatikan oleh Allah: * Kita perlu SENTIASA SEDAR bahawa kita sedang diperhatikan oleh Allah . SENTIASA INGAT bahawa kita sedang diperhatikan oleh Allah. Ja...

Sabtu, 27 Juli 2013

Merenungkan Tentang Kematian

Saudaraku! Anda masih ingat detik-detik ketika kakek, atau nenek, atau mungkin ayah, ibunda, atau mungkin juga istri atau suami tercinta meregang nyawanya? Pernahkah anda bertanya dan berpikir apakah yang mereka rasakan ketika ruh mereka meninggalkan raganya? 

Agar anda dapat menerka apa yang mereka rasakan kala itu, coba anda kembali mengingat raut wajah mereka ketika detik-detik terakhir sebelum meninggal dunia.

Tahukah saudara! Apa yang dialami oleh ayahanda atau kerabat anda saat itu? Tahukah saudara, dengan siapa ia berhadapan? Berikut inilah kejadian yang dialami oleh ayahanda atau ibunda atau kerabat anda kala itu (Kisah ini dituturkan oleh Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan Ibnu Majah):

إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِى انْقِطَاعٍ مِنَ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنَ الآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلاَئِكَةٌ مِنَ السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ كَأَنَّ وُجُوهَهُمُ الشَّمْسُ مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ وَحَنُوطٌ مِنْ حَنُوطِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِىءُ مَلَكُ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَيَقُولُ أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِى إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ - قَالَ - فَتَخْرُجُ تَسِيلُ كَمَا تَسِيلُ الْقَطْرَةُ مِنْ فِى السِّقَاءِ فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوهَا فِى يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى يَأْخُذُوهَا فَيَجْعَلُوهَا فِى ذَلِكَ الْكَفَنِ وَفِى ذَلِكَ الْحَنُوطِ وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ - قَالَ - فَيَصْعَدُونَ بِهَا فَلاَ يَمُرُّونَ - يَعْنِى بِهَا - عَلَى مَلأٍ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ إِلاَّ قَالُوا مَا هَذَا الرُّوحُ الطَّيِّبُ فَيَقُولُونَ فُلاَنُ بْنُ فُلاَنٍ بِأَحْسَنِ أَسْمَائِهِ الَّتِى كَانُوا يُسَمُّونَهُ بِهَا فِى الدُّنْيَا

TAHLILAN Menurut Ulama Empat MAZHAB

Hakekat penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah Subhaanahu Wata’ala. Karena itu, Allah Subhaanahu Wata’ala menurunkan kitab-Nya dan mengutus  rasul-Nya untuk mengajarkan kepada manusia cara beribadah kepada Allah Subhaanahu Wata’ala.

Kenyataannya, masih banyak ritual yang dilakukan oleh umat Islam, khususnya di Indonesia yang tidak jelas asal usulnya dalam agama, tapi justru seakan-akan hukumnya menjadi wajib, tahlilan misalnya. Ritual ini, seakan sudah mengurat daging dan menjadi kelaziman yang mengikat masyarakat tatkala tertimpa musibah kematian. Tak heran, sangat jarang keluarga yang tidak menyelenggarakan ritual ini karena takut diasingkan masyarakatnya. Katanya pula, ritual ini adalah ciri khas penganut mazhab Syafi’i.
Benarkah demikian? Lalu bagaimana pandangan ulama mazhab lain menyikapi tahlilan?
Tahlilan adalah acara yang diselenggarakan ketika salah seorang anggota keluarga meninggal dunia. Secara bersama-sama, setelah proses penguburan selesai, seluruh keluarga, serta masyarakat sekitar berkumpul di rumah keluarga mayit untuk membaca beberapa ayat al Qur’an, zikir, berikut doa-doa yang ditujukan kepada mayit. Karena dari sekian zikir yang dibaca terdapat kalimat tahlil (laa ilaaha illalloh) yang diulang-ulang ratusan kali, maka acara tersebut dikenal dengan istilah “tahlilan”.

Masyarakat Sulawesi pada umumnya, melaksanakan tahlilan ini sejak malam pertama, ketiga, ketujuh, kesepuluh, kedua puluh, dan seterusnya hingga malam ke seratus. Pada acara tersebut, keluarga mayit menyajikan makanan dan minuman bagi para pelayat.

Mengapa Tahlilan Disorot?
Dari Jarir bin Abdullah al Bajali Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata
كُنَّا نَرَى الاِجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنِيْعَةَ الطَّعَامِ مِنَ النِّيَاحَةِ
“Kami (para sahabat) berpendapat bahwa berkumpul-kumpul pada keluarga orang meninggal dan membuat makanan (untuk disajikan ke pelayat) termasuk niyahah (meratapi jenazah yang terlarang).” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, dinyatakan shahih oleh Syaikh al Albani).

Syaikh al Albani menjelaskan, “Lafal hadits (كُنَّانَرَى) (kami berpendapat) ini kedudukannya sama dengan meriwayatkan ijma’ (kesepakatan) para sahabat atau taqrir (persetujuan) Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Jika ini adalah taqrir Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka artinya, hadits ini marfu’ hukman (jalur periwayatannya sampai kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam). Bagaimana pun juga, hadits ini dapat dijadikan hujjah.” (Lihat Shahih Ibnu Majah, 2/48).

Ijma’ para sahabat menjadi dasar hukum Islam yang ketiga setelah al-Qur’an dan Sunnah. Ini merupakan kesepakatan para ulama Islam seluruhnya.

Riwayat lain, dari Abdullah bin Ja’far, beliau berkata, “Ketika sampai kabar gugurnya Ja’far, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَقَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ يَشْغَلُهُمْ

“Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far karena telah datang kepada mereka urusan yang menyibukkan.” (HR. Ahmad, asy-Syafi’i, dan selainnya, dihasankan oleh Syaikh al Albani).

Apa yang kita saksikan di masyarakat kita, ternyata sangat berbeda dengan apa yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau memerintahkan untuk membuat makanan, tapi bukan untuk para pelayat. Sebaliknya, keluarga yang sedang dirundung dukalah yang lebih berhak untuk dilayani.

Dari Ibn Abi Syaibah, beliau berkata,
قَدِمَ جَرِيْرٌ عَلَى عُمَرَ فَقَالَ : هَلْ يُـنَاحُ فَبْلَكُمْ عَلَى الْمَيِّتِ ؟ قَالَ : لاَ، فَهَلْ تَجْتَمِعُ النِّسَاءُ عِنْدَكُمْ عَلَى الْمَيِّتِ وَ يُطْعِمُ الطَّعَامَ ؟ قَالَ : نََعَمْ، فَقَالَ : تِلْكَ النِّيَاحَةُ
“Jarir mendatangi Umar, lalu Umar berkata, “Apakah kamu sekalian suka meratapi janazah?” Jarir menjawab, ”Tidak.” Umar berkata, “Apakah ada di antara wanita-wanita kalian, suka berkumpul di rumah keluarga jenazah dan memakan hidangannya?” Jarir menjawab, “Ya.” Umar berkata, “Hal demikan itu adalah sama dengan niyahah (meratap).”

Ulama Mazhab Menyikapi Selamatan Kematian
1.    Mazhab Syafi’i
Saudara-saudara kita yang melaksanakan tahlilan pada umumnya berdalih, tahlilan adalah ciri khas penganut mazhab Syafi’i.
Namun apa kata Imam Syafi’i sendiri tentang hal ini? Beliau berkata dalam kitabnya al Umm, 1/318),

“Dan saya membenci berkumpul-kumpul (dalam musibah kematian) sekalipun tanpa diiringi tangisan, karena hal itu akan memperbarui kesedihan dan memberatkan tanggungan (keluarga mayit) serta berdasarkan atsar (hadits) yang telah lalu.”

Perkataan beliau  di atas sangat jelas dan tak bisa ditakwil atau ditafsirkan kepada arti dan makna lain, kecuali bahwa beliau dengan tegas melarang berkumpul-kumpul di rumah duka. Ini sekadar berkumpul, bagaimana pula jika disertai dengan tahlilan malam pertama, ketiga, ketujuh, dan seterusnya yang tak seorang pun sahabat pernah melakukannya?

Imam Syafi’i juga berkata, “Dan saya menyukai agar para tetangga mayit beserta kerabatnya untuk membuatkan makanan yang mengenyangkan bagi keluarga mayit di hari dan malam kematian. Karena hal tersebut termasuk sunnah dan amalan baik para generasi mulia sebelum dan sesudah kita.” (Al Umm,1/317).

Imam Nawawi—rahimahullah—berkata, “Dan adapun duduk-duduk ketika melayat maka hal ini dibenci oleh Syafi’i, pengarang kitab ini (As-Sirozi) dan seluruh kawan-kawan kami (ulama-ulama mazhab Syafi’i). (Majmu’ Syarh Muhadzdzab, 5/278).

Imam Nawawi juga menukil dalam al Majmu’ (5/290) perkataan pengarang kitab asy-Syamil, “Adapun apabila keluarga mayit membuatkan makanan dan mengundang manusia untuk makan-makan, maka hal itu tidaklah dinukil sedikit pun (dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) bahkan termasuk bid’ah (hal yang diada-adakan dalam agama), bukan sunnah.”

2.    Mazhab Maliki
Imam at-Thurthusi berkata dalam kitab al Hawadits wa al Bida’ hal. 170-171, “Tidak apa-apa seorang memberikan makanan kepada keluarga mayit. Tetangga dekat maupun jauh. Karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tatkala mendengar kabar wafatnya Ja’far, beliau bersabda, “Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far karena telah datang kepada mereka urusan yang menyibukkan.”
Makanan seperti ini sangat dianjurkan oleh mayoritas ulama karena hal tersebut merupakan perbuatan baik kepada keluarga dan tetangga. Adapun bila keluarga mayit yang membuatkan makanan dan mengundang manusia untuk makan-makan, maka tidak dinukil dari para salaf sedikit pun. Bahkan menurutku, hal itu termasuk bid’ah tercela. Dalam masalah ini, Syafi’i sependapat dengan kami (mazhab Maliki).”

3.    Mazhab Hanafi
Al Allamah Ibnu Humam berkata dalam Syarh Hidayah hal. 1/473, tentang kumpul-kumpul seperti ini, “Bid’ah yang buruk.”

4.    Mazhab Hanbali
Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya al Mughni 1/496, “Adapun keluarga mayit membuatkan makanan untuk manusia, maka hal tersebut dibenci karena akan menambah musibah mereka dan menyibukkan mereka serta menyerupai perilaku orang-orang jahiliyah.”
Dan inilah mazhab Hanbaliyah sebagaimana tersebut dalam kitab al Inshof, 2/565 oleh al Mardawaih.

Inilah di antara perkataan para ulama mazhab menyikapi tahlilan. Ternyata, selain menguras tidak sedikit harta benda kita—bahkan ada yang sampai berhutang untuk menyelenggarakan tahlilan—juga tidak bernilai ibadah di sisi Allah Subhaanahu Wata’ala bahkan dia adalah bid’ah yang dicela oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, para sahabatnya, dan ulama seluruh mazhab.
Sejatinya, seorang muslim setelah mengetahui hukum sesuatu, maka dia akan berkata seperti perkataan orang-orang mukmin yang diabadikan dalam al Qur’an, “Kami mendengar, dan kami patuh.” (QS. An-Nur: 51).

Dan jangan sampai, justru ucapan kita sebagaimana pernyataan orang-orang musyrik yang juga diabadikan dalam al Qur’an, ketika diseru untuk mengikuti apa yang diturunkan Allah Azza Wajalla, mereka menjawab, “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.”

Maka Allah Azza Wajalla berkata kepada mereka, “(Apakah mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. Al Baqarah: 170). Wallahul Haadi ilaa ath-thoriq al Mustaqim.
Bahan bacaan: Al Furqon, 12/II/1424, dan sumber-sumber lainnya. (Al Fikrah)

JASAD FIR'AUN DAN KEBESARAN ALLAH

Di dalam bukunya, “al-Qur’an Dan Ilmu Modern”, Dr Morris Bukay[1] mengungkap kesesuaian informasi al-Qur’an mengenai nasib Fir’aun Musa setelah ia tenggelam di laut dan realita di mana itu tercermin dengan masih eksisnya jasad Fir’aun Musa tersebut hingga saat ini. Ini merupakan pertanda kebesaran Allah Subhanahu wa ta’ala saat berfirman,
   “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” [QS.Yunus:92]
Dr. Bukay berkata, “Riwayat versi Taurat mengenai keluarnya bangsa Yahudi bersama Musa Alaihissalam dari Mesir menguatkan ‘statement’ yang menyatakan bahwa Mineptah, pengganti Ramses II adalah Fir’aun Mesir pada masa nabi Musa Alaihissalam. Penelitian medis terhadap mumi Mineptah membeberkan kepada kita informasi-informasi berguna lainnya mengenai dugaan sebab kematian Fir’aun ini.
Sesungguhnya kitab Taurat menyebutkan, jasad tersebut ditelan laut akan tetapi tidak memberikan rincian mengenai apa yang terjadi terhadapnya setelah itu, Injil pun juga sama. Sedangkan al-Qur’an menyebutkan, jasad Fir’aun yang dilaknat itu akan diselamatkan dari air sebagaimana keterangan ayat di atas. Dalam hal ini, pemeriksaan medis terhadap mumi tersebut menunjukkan, jasad tersebut tidak berada lama di dalam air sebab tidak menunjukkan adanya tanda kerusakan total akibat terlalu lama berada di dalam air.[2]
Dr. Morris Bukay menyebutkan bahwa dalam sebuah penelitian medis dengan mengambil sampel organ tertentu dari jasad mumi tersebut pada tahun 1975 melalui bantuan Prof Michfl Durigon dan pemeriksaan yang detail dengan menggunakan mikroskop, bagian terkecil dalam organ itu masih dalam kondisi terpelihara secara sempurna. Ini menunjukkan, keterpeliharaan secara sempurna itu tidak mungkin terjadi andaikata jasad tersebut sempat tinggal beberapa lama di dalam air atau bahkan sekali pun berada lama di luar air sebelum terjadi proses pengawetan pertama.
Dr. Bukay juga menyebutkan, diri bersama tim telah melakukan banyak penelitian, di antaranya untuk mengetahui dugaan sebab kematian Fir’aun. Penelitian yang dilakukannya berjalan legal karena dibantu direktur laboratorium satelit di Paris, Ceccaldi dan prof. Durigan. Objek penelitian dititik beratkan pada salah satu orang di tengkorak kepala.
Mengenai hasilnya, Dr Bukay mengungkapkan, “Dari situ diketahui, bahwa semua penelitian itu sesuai dengan kisah-kisah yang terdapat dalam kitab-kitab suci yang menyiratkan Fir’aun tewas ketika digulung gelombang…”[3]
Dr. Bukay menjelaskan sisi kemukjizatan masalah ini. Ia mengatakan, “Di zaman di mana al-Qur’an sampai kepada manusia melalui Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam, jasad-jasad para Fir’aun yang diragukan orang di zaman kontemporer ini apakah benar atau tidak ada kaitannya dengan saat keluarnya Musa, sudah lama terpendam di pekuburan lembah raja di Thoba, di pinggir lain dari sungai Nil di depan kota al-Aqshar saat ini.
Pada masa Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam segala sesuatu mengenai hal ini masih kabur. Jasad-jasad tersebut belum terungkap kecuali pada penghujung abad ke-19.[4] Dengan begitu, jasad Fir’aun Musa yang masih eksis hingga kini dinilai sebagai persaksian materil bagi sebuah jasad yang diawetkan milik seorang yang mengenal nabi Musa Alaihissalam, menentang permintaannya dan memburunya dalam pelarian serta mati saat pengejaran itu. Lalu Allah menyelamatkan jasadnya dari kerusakan total sehingga menjadi tanda kebesaran-Nya bagi umat manusia sebagaimana yang disebutkan al-Qur’an al-Karim.[5]
Informasi sejarah mengenai nasib jasad Fir’aun tidak berada di tangan manusia mana pun ketika al-Qur’an turun atau pun setelah beberapa abad setelah turunnya. Akan tetapi ia dijelaskan di dalam Kitab Allah Subhanahu wa ta’ala sebelum lebih dari 1400 tahun lalu.
Seorang Professor Masuk Islam Karena Mumi Fir’aun

Professor Maurice Bucaille adalah seorang dokter ahli bedah terkemuka di dunia yang berasal dari Prancis. Ia mempunyai cerita yang sangat menakjubkan. Ia menjelaskan sebab musabab dirinya meninggalkan agama Katolik yang telah dianutnya bertahun-tahun, kemudian menyatakan dirinya memeluk agama Islam.
Setelah menyelesaikan study setingkat SMA-nya, ia menetapkan untuk mengambil jurusan kedokteran pada sebuah univertsitas di Prancis. Ia termasuk salah satu dari mahasiswa yang berprestasi hingga akhir tahun, karena kecerdasan dan keahlian yang dimilikinya, dia kemudian menjadi seorang dokter terkemuka di Prancis.
Prancis adalah negara yang terkenal sangat menjaga dan mementingkan barang-barang peninggalan kuno dibandingkan dengan negara yang lainnya, terutama pada masa kepemimpinan Fransu Metron tahun 1981.
Pada tahun itu, Prancis meminta ijin kepada Mesir agar mereka diberikan kesempatan untuk memeriksa dan meneliti mumi Fir’aunnya yang terkenal. Sebuah mumi yang tak asing dikalangan orang-orang Islam. Fir’aun ini adalah orang yang ditenggelamkan Allah dilaut merah, tatkala melakukan pengejaran terhadap nabi Musa Alaihissalam.
Permintaan Prancis ditanggapi oleh Mesir dengan mengizinkan Prancis untuk mengadakan penelitian. Mumi Fir’aun dipindahkan dengan menggunakan pesawat terbang. Setibanya di Prancis, kedatangan mumi tersebut disambut oleh Persiden Franso Metron beserta para menterinya seolah-olah dia masih hidup.
Mumi tersebut kemudian dipindahkan ke pusat barang-barang kuno milik Prancis untuk diserahkan kepada para ilmuwan dan dokter bedah, supaya mereka dapat mempelajari rahasia yang terkandung dari mumi tersebut, dan Profesor Professor Maurice Bucaille bertindak sebagai ketua tim penelitian.
Semua tim peneliti bertugas untuk meneliti, memperbaiki tulang-tulang yang sudah rusak dan anggota tubuh yang lainnya. Berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Professor Maurice Bucaille, ia justru menyelidiki tentang rahasia kematian Fir’aun.
Pada suatu malam, ia memperoleh hasil penelitiannya; bahwa terdapat bekas garam yang menempel pada mayat mumi, sehingga dapat ia jadikan sebuah bukti yang nyata bahwa Fir’aun mati karena tenggelam dan mayatnya dapat di selamatkan, kemudian diawetkan pada saat kejadian.
Dari hasil penelitiannya, timbul beberapa pertanyaan yang susah untuk ia dapatkan jawabannya yaitu bagaimana mayat Fir’aun dapat diselamatkan, dan anggota tubuhnya masih tetap utuh, sedangkan kondisi mayat-mayat yang lainnya setelah diawetkan tidak seperti dirinya?
Namun sebelum ia selesai membuat kesimpulan, salah seorang temannya berbisik kepadanya dengan berkata: “Jangan terburu-buru seperti itu, karena orang-orang Islam telah mengetahui tentang hal ini.”
Mendengar pernyataan dari temannya itu, ia menolak keras atas pernyataan tersebut. Ia berkata: “Penemuan seperti ini tidak mungkin dilakukan kecuali ada dukungan sains dan teknologi canggih”.
Salah seorang temannya yang lain menanggapinya seraya berkata: “Al-Qur’an merekalah yang telah menceritakan kematiannya dan bagaimana jasadnya di selamatkan dari tenggelam.” Mendengar penjelasan temannya itu, Bakay kebingungan dan bertanya-tanya bagaimana hal ini bisa terjadi?
Sedangkan mumi ini sendiri baru ditemukan pada tahun 1898 atau kurang lebih baru dua ratus tahun yang lalu, sedangkan Al-Qur’an mereka sudah ada semenjak lebih dari seribu empat ratus tahun…!!!
Bagaimana akal manusia dapat mengetahuinya, padahal semua manusia -bukan hanya orang-orang Arab- belum ada yang mampu mengetahui bagaimana peradaban orang-orang Mesir di masa lampau dan bagaimana caranya mereka mengawetkan mayat, kecuali pada masa sepuluh tahun yang lalu?
Maurice duduk termenung di dekat mumi Fir’aun tersebut sambil memikirkan tentang bisikan yang telah ia dengar dari temannya; bahwasanya Al-Qur’an telah menceritakan kejadian itu, padahal kitab sucinya hanya menceritakan tentang tenggelamnya Fir’aun akan tetapi di dalamnya tidak di jelaskan tentang keadaannya sesudah tenggelam. Ia pun bergumam dalam kesendiriannya:
“Masuk akalkah bahwa jasad yang ada di depanku ini adalah Fir’aun Mesir yang telah mengusir Nabi Musa? Benarkah kalau Nabinya orang muslim yang bernama Muhammad itu sudah mengetahui tentang hal ini sejak 1400 tahun yang silam?
Berbagai pertanyaan yang belum sempat terjawab, membuat Professor Maurice tidak dapat tidur disetiap malam. Ia kemudian mengambil Kitab Taurat dan membacanya, sampai pada sebuah kalimat yang mengatakan: “Kemudian air itupun kembali pada keadaan sedia kala, kemudian air laut itupun menenggelamkan perahu-perahu beserta Fir’aun dan bala tentaranya, hingga tidak tersisa satupun diantara mereka.”
Setelah menyelesaikan penelitian dan perbaikan, maka mumi tersebut kemudian di kembalikan ke Mesir dengan menggunakan peti yang terbuat dari kaca nan elok, karena menurutnya itu lebih pantas untuk orang yang berkedudukan seperti Fir’aun. Akan tetapi Bakay masih dalam kondisi belum puas dengan berita yang di dengarnya, bahwa orang-orang Islam telah mengetahui keselamatan mumi ini. Ia pun lalu berkemas untuk berkunjung ke Saudi Arabia guna menghadiri seminar kedokteran yang akan dihadiri para pakar bedah muslim.
Dalam pidatonya, Professor Maurice memulai pembicaraan tentang hasil penyelidikannya bahwa jasad Fir’aun dapat diselamatkan setelah tenggelam, kemudian salah seorang diantara pakar muslim berdiri dan membuka serta membacakan mushaf pada Surat Yunus Ayat 92 yang artinya: “Pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat dijadikan pelajaran bagi orang-orang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami.”
Professor Maurice Bucaille terheran-heran dengan penjelasan yang baru saja ia dengar, ia lalu beranjak dari tempat duduknya dan dengan suara lantang ia berkata: “Pada hari ini; aku menyatakan diri untuk memeluk agama Islam dan aku mengimani Al-Qur’an ini”.
Setelah selesai seminar Professor Maurice Bucaille lalu kembali ke Prancis dengan wajah yang berbeda dari wajah sebelum ia datang menghadiri seminar. Selama sepuluh tahun ia tidak mempunyai pekerjaan yang lain, selain mempelajari tentang sejauh mana keserasian dan kesinambungan Al-Qur’an dengan sains, serta perbedaan yang bertolak belakang dengannya. Namun apa yang ia dapati selalu berakhir sebagaimana Firman Allah Subhanahu wa ta’ala: Yang tidak datang kepadanya (Al Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (Fushshilat: 42)
Dari hasil penyelidikan yang bertahun-tahun, ia kemudian menulis sebuah buku tentang kesinambungan Al-Quran dengan sains yang mampu mengguncangkan Eropa. Sehingga ketika para pakar- pakar dan para ilmuwan barat berusaha untuk mendebatnya, mereka tidak kuasa …
Tenggelamnya Fir’aun Dalam Bible
Kisah bermula dari perintah Tuhan kepada nabi Musa Alaihissalam untuk membebaskan orang-orang Israel dari penindasan raja Fir’aun dan sekaligus mengeluarkan mereka dari Mesir.
Nabi Musa Alaihissalam dibantu nabi Harun as menghadap ke Fir’aun, guna meminta kepada Fir’aun untuk membawa orang-orang Israel keluar dari Mesir yang berarti melepaskan orang-orang Israel dari kekuasaan raja Fir’aun. Tetapi Fir’aun menolak permintaan nabi Musa Alaihissalam tersebut.
Tuhan mengulangi lagi perintahnya kepada nabi Musa Alaihissalam, waktu itu nabi Musa Alaihissalam sudah berumur 80 tahun. Nabi Musa Alaihissalam menunjukkan kepada Fir’aun bahwa dirinya mempunyai kepandaian supranatural, namun hal ini tidak membuat Fir’uan melunak. Kemudian Tuhan mengirim siksaan berupa air sungai berubah menjadi darah, timbulnya katak-katak, nyamuk, wabah penyakit kepada manusia dan hewan, kegelapan dan kematian bagi bayi-bayi yang lahir pertama kali. Tetapi hal ini masih belum menaklukkan hati Fir’aun untuk membiarkan orang-orang Israel keluar dari Mesir atau melepaskan dari kekuasaannya.
Akhirnya, nabi Musa tidak meminta izin Fir’aun untuk membawa 600.000 orang Israel keluar dari Mesir. Jumlah tersebut belum termasuk anak-anak sehingga bila mereka ikut dihitung jumlah keseluruhan orang-orang Israel yang diajak nabi Musa Alaihissalam keluar Mesir adalah berkisar antara 2 juta hingga 3 juta jiwa.
Kemudian berangkatlah orang Israel dari Raamses ke Sukot, kira-kira enam ratus ribu orang laki-laki berjalan kaki, tidak termasuk anak-anak. [Keluaran 12:37]
Pada waktu itulah Fir’aun mengejar nabi Musa Alaihissalam beserta pengikutnya, dengan menggunakan 600 kereta dan kudanya yang terbaik dari Mesir, dan setiap kereta dikendarai dua orang perwira.
Fir’aun beserta pasukannya berhasil mengejar nabi Musa Alaihissalam dan pengikutnya, keadaan nabi Musa terjepit, didepan terbentang lautan dan dari belakang terdesak ribuan pasukan Fir’aun.
Adapun orang Mesir, segala kuda dan kereta Firaun, orang-orang berkuda dan pasukannya, mengejar mereka dan mencapai mereka pada waktu mereka berkemah di tepi laut, dekat Pihahirot di depan Baal-Zefon.
Ketika Firaun telah dekat, orang Israel menoleh, maka tampaklah orang Mesir bergerak menyusul mereka. Lalu sangat ketakutanlah orang Israel dan mereka berseru-seru kepada TUHAN. [Keluaran 14:9-10]
Dan ketika dalam keadaan kritis:
Lalu Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, dan semalam-malaman itu TUHAN menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu. [Keluaran 14:21]
Maka melintaslah nabi Musa Alaihissalam dan pengikutnya, kemudian disusul oleh Fir’aun dan tentaranya, Namun Fir’aun dan tentaranya berjalan sangat lambat karena roda keretanya berputar miring terseok-seok dan nabi Musa sa beserta pengikutnya berlari meninggalkan mereka jauh. Setelah itu atas perintah Tuhan nabi Musa Alaihissalam mengulurkan kembali tangannya ke laut, maka :
Berbaliklah segala air itu, lalu menutupi kereta dan orang berkuda dari seluruh pasukan Firaun, yang telah menyusul orang Israel itu ke laut; seorang pun tidak ada yang tinggal dari mereka. [Keluaran 14:28]
Fir’aun beserta pasukannya tewas dalam lautan, tak seorangpun yang hidup. Tuhan telah mencampakkan Fir’aun kedalam lautan dan membiarkan tubuhnya musnah dalam lautan :
Dan mencampakkan Firaun dengan tentaranya ke Laut Teberau! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya. [Mazmur 136:15]
Air menutupi para lawan mereka, seorang pun dari pada mereka tiada tinggal. [Mazmur 106:11]
Dari kisah tersebut, point yang dapat kita ambil adalah :
   Jumlah 2 juta sampai 3 juta orang-orang Israel yang melarikan diri keluar Mesir nampaknya sangat berlebihan. karena jumlah sebesar itu, resiko kematian d itengah padang pasir yang amat terik tentu sangat tinggi, ini merupakan angka yang bombastik. Apalagi mereka tidak mempunyai persediaan makanan dan air yang cukup.
   Mayat Fir’aun dimusnahkan dalam lautan.
Tenggelamnya Fir’aun Dalam Al-Qur’an
Kisah bermula pada kekafiran, kesombongan dan keingkaran bangsa Mesir yang mengikuti Fir?aun dalam menentang Allah SUBHAANAHU WA TA’ALAA dan nabinya Musa Alaihissalam dan yang menindas bangsa Israel, padahal telah nyata petunjuk bagi mereka dan telah diperlihatkan kejadian-kejadian luar biasa kepada mereka sebagai tanda kekuasaan Allah SUBHAANAHU WA TA’ALAA, tetapi hati mereka tidak mau sadar, tidak mau kembali kepada kebenaran dan beriman kepada Allah SUBHAANAHU WA TA’ALAA.
Sangat sedikit yang beriman dari orang-orang Mesir, ada yang mengatakan hanya tiga orang yang beriman, yaitu istri Fir’aun, seorang dari pengikut Fir’aun dan seorang pemberi nasehat.
Karena, Fir’aun dan bangsanya tetap ingkar dan sombong, Nabi Musa Alaihissalam meminta kepada Fir’aun untuk meninggalkan Mesir beserta orang-orang Bani Israel, namun Fir’aun menolak permintaan ini. Maka turunlah perintah Allah SUBHAANAHU WA TA’ALAA :
Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: “Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam)”. [QS. 20:77]
Maka pergilah nabi Musa Alaihissalam bersama-sama kaumnya Bani Israel pada malam itu juga, dan pada pagi harinya, tidak ada seorangpun dari kaum nabi Musa Alaihissalam yaitu Bani Israel yang tertinggal di Mesir, mereka telah pergi meninggalkan Mesir.
Pagi harinya, mengetahui orang-orang Israel telah meninggalkan Mesir, Fir’aun sangat marah dan segera mengumpulkan tentaranya, kereta dan kuda yang ada di seluruh wilayah Mesir untuk mengejar nabi Musa Alaihissalam dan orang-orang Israel. Dengan marah Fir’aun berkata kepada pasukannya :
“Orang-orang itu berjumlah tidak banyak, dan sesungguhnya, mereka telah benar-benar membuat kita marah”
Kemudian setelah tentara dan kuda-kuda terkumpul, diberangkatkanlah pasukannya mengejar Nabi Musa Alaihissalam dan Bani Israel.
”Maka Fir’aun dan bala tentaranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul”. Musa menjawab: ”Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Rabbku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku”. [QS: 26:60-62]
Ketika pengikut nabi Musa Alaihissalam dalam keadaan ketakutan karena akan segera tersusul, turunlah firman Allah SUBHAANAHU WA TA’ALAA :
Lalu Kami wahyukan kepada Musa:”Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. [QS. 26:63]
Maka melintaslah nabi Musa beserta kaumnya Bani Israel, dan Fir’aun beserta pasukannya menyusul dibelakangnya. Ketika Nabi Musa Alaihissalam dan pengikutnya sampai di daratan yang tinggi dan Fir’aun beserta pasukannya masih ditengah-tengah lautan, maka datanglah pertolongan Allah SUBHAANAHU WA TA’ALAA kepada nabi Musa Alaihissalam :
Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang itu. [QS. 26:65-66]
Tenggelamlah Fir’aun beserta pasukannya dan tak seorangpun terselamatkan nyawanya termasuk Fir’aun. Namun Fir’aun saat-saat akhir menjelang kematiannya, dia baru sadar atas keingkarannya dan dia sempat mengucapkan kalimat tauhid dan berserah diri kepada Allah SUBHAANAHU WA TA’ALAA :
Hingga bila Fir’aun itu hampir tenggelam berkatalah dia: ”Saya percaya bahwa tidak ada Ilah melainkan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. [QS. 10:90]
Dengan perngakuan Fir’aun tersebut, Allah SUBHAANAHU WA TA’ALAA berkenan menyelamatkan mayat Fir’aun agar tidak sampai hancur di dalam lautan, dan agar tubuh Fir’aun yang dibiarkan utuh tersebut dapat menjadi pelajaran bagi manusia kelak :
Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami. [QS. 10:92]
Begitulah, Allah SUBHAANAHU WA TA’ALAA menjaga tubuh Fir’aun tetap utuh walaupun tertelan lautan, untuk menjadi pelajaran dan sebagai tanda-tanda kekuasaan-NYA bagi orang-orang yang datang sesudahnya, bukan hanya kisah tenggelamnya Fir’aun yang menjadi pelajaran dan sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah SUBHAANAHU WA TA’ALAA, tetapi tubuh fisiknya juga.
Satu point yang dapat diambil dari kisah tenggelamnya Fir’aun dalam Al-Qur’an, yaitu : Mayat Fir’aun dijaga utuh oleh Allah SUBHAANAHU WA TA’ALAA.
Arkeologi Membuktikan Kebenaran Al-Qur’an
Alkitab menyatakan tubuh Fir’aun telah musnah karena tenggelam di lautan, sedang Al-Qur’an menyatakan Tubuh Fir’aun tetap utuh dan selamat walaupun tenggelam di lautan, di sisi lain dari dunia sejarah khususnya bidang arkeologi, telah menemukan mummi yang diindentifikasi sebagai jasad dari tubuh Fir’aun yang mengejar-ngejar nabi Musa Alaihissalam dan tenggelam di lautan.
Temuan arkeologi ini, membuktikan apa yang dinyatakan Al-Qur’an tentang tubuh Fir’aun yang dijaga utuh oleh Allah SUBHAANAHU WA TA’ALAA adalah benar-benar terjadi pada 2000 tahun sebelum Al-Qur?an itu sendiri menyatakannya. Dan temuan arkeologi ini secara bersamaan menyangkal apa yang dinyatakan Alkitab bahwa tubuh Fir’aun telah musnah di lautan.
Bukti kebenaran Al-Qur’an ini, sekaligus menjelaskan bahwa :
   Al-Qur’an bukanlah bikinan Muhammad Shallaahu ‘alaihi Wa Sallam, karena, apa yang dikisahkan Al-Qur’an tentang tubuh Fir’aun yang dijaga utuh oleh Allah SUBHAANAHU WA TA’ALAA adalah terjadi sekitar 2000 tahun sebelumnya, mustahil Muhammad Shallaahu ‘alaihi Wa Sallam mengetahui kejadian tersebut. Dan ketika Al-Qur’an menyatakan tubuh Fir’aun dijaga utuh untuk menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahnya, sama sekali tidak ada bukti riil dari jasad Fir’aun pada saat itu. Bukti tubuh utuh Fir’aun baru ditemukan sekitar 1300 tahun setelah Al-Qur’an menyatakannya yaitu tahun 1898 M. Tidak ada yang mampu membuat kisah seakurat itu, kecuali yang merencanakan kisah itu terjadi yaitu Allah SUBHAANAHU WA TA’ALAA.
   Alkitab hasil campur tangan manusia, karena apa yang dikisahkan Alkitab tentang kejadian sekitar 1300 tahun sebelumnya, ternyata terbukti meleset setelah ditemukan mummi raja Fir’aun yang telah dinyatakan musnah oleh Alkitab. Tentu tidak mungkin Tuhan yang membuat pernyataan dalam Alkitab yang menyatakan tubuh Fir’aun telah dimusnakan, karena sejarah membuktikan tubuh Fir’aun diselamatkan utuh.
   Orientalis hanya bisa menuduh, Muhammad Shallaahu ‘alaihi Wa Sallam dituduh telah membuat Al-Qur’an dengan menyontek Alkitab, tentu tuduhan semacam ini sangat tidak ilmiah, karena telah terbukti Alkitab telah salah mengisahkan tubuh utuh Fir’aun, sementara Al-Qur’an sangat akurat dalam mengisahkannya. Apa yang dicontek ?
Demikianlah uraian dari kami, semoga dapat menambah keimanan kita kepada Allah SUBHAANAHU WA TA’ALAA, dan semoga kita senantiasa memperhatikan bukti-bukti kemukjizatan Al-Qur’an yang terbentang luas dalam segala disiplin ilmu.
Akhirul kata, semoga menambah keimanan kita, Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuhu.
——————
[1] Seorang dokter ahli bedah paling masyhur berkewarganegaraan Perancis. Ia masuk Islam setelah mengadakan kajian secara mendalam mengenai al-Qur’an al-Karim dan mukjizat ilmiahnya
[2] Lihat, buku al-Qur’an Wa al-‘Ilm al-Hadits, Dr Morris Bukay
[3] Lihat, buku Kitab al-Qur’an Wa al-‘Ilm al-Mu’ashir, Dr Morris Bukay, terjemah ke bahasa Arab, Dr Muhammad Bashal dan Dr Muhamma Khair al-Biqa’i
[4] Diraasah al-Kutub al-Muqaddasah Fii Dhau’i al-Ma’aarif al-Hadiitsah, karya Dr Morris Bukay, hal.269, Darul Ma’arif, cet.IV, 1977 –dengan sedikit perubahan
[5] Ibid.